Antara Wortel, Telur dan Secangkir Kopi
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim.
Seorang gadis mengadu pada ibunya, berkeluh kesah tentang
kehidupannya yang dirasa amat berat. Gadis itu tidak tahu bagaimana dia akan
melalui semua itu dan merasa ingin menyerah saja. Dia merasa lelah berjuang dan
menderita dalam kehidupan ini. Jika satu masalah teratasi, akan timbul masalah
baru. Ibunya mengajak putrinya menuju dapur. Diisinya 3 buah panci dengan air
dan direbusnya air itu dengan api yang besar. Begitu semua air mendidih, dia
masukkan wortel pada panci pertama, telur pada panci ke dua, dan butiran kopi di panci
terakhir. Mereka menunggu sampai ketiga air di panci kembali mendidih. Dalam 20
menit kompor-kompor dimatikan oleh sang ibu. Wortel dikeluarkan
dan diletakkannya di sebuah piring. Begitu juga dengan telur dan kopi diletakkan
dalam piring dan gelas berbeda. Sang ibu memandang putrinya sambil berkata :
“Katakan apa yang kamu lihat.” Putrinya menjawab : “Wortel, telur dan kopi”. Ibunya
meminta putrinya agar mendekat dan merasakan wortel itu. Wortel itu menjadi
lembek. Ibunya kemudian meminta putrinya untuk memecahkan telur yang telah
matang itu. Setelah mengupas kulitnya, dia sadar bahwa isi telur itu telah
mengeras karena direbus. Akhirnya sang ibu meminta putrinya untuk meminum kopi yang telah
matang. Putrinya tersenyum merasakan keharuman kopinya. “Apa arti
semua ini, ibu?” tanya putrinya. Ibunya menjelaskan bahwa setiap benda-benda
itu telah melewati “Kemalangan” yang sama, yaitu direbus di dalam air mendidih.
Namun tiap benda punya reaksi berbeda. Wortel itu sebelumnya kuat, keras dan
“tidak berperasaan”. Namun setelah direbus dia menjadi lunak dan lemah. Telur itu
sebelumnya rentan, mudah pecah. Punya dinding tipis untuk melindungi cairan di
dalamnya. Namun setelah direbus, cairan di dalamnya menjadi keras. Sedang
butiran kopi adalah fenomena unik, ia menjadi air setelah direbus.”
“Termasuk yang mana kamu, anakku?” kata ibu pada putrinya. “Jika kemalangan
mengetuk pintumu, bagaimana kamu meresponnya? Apakah kamu seperti wortel, sebutir telur atau biji kopi?” Camkan Hal
ini wahai anakku.. Termasuk yang mana aku ini? Apakah seperti wortel yang terlihat
keras namun ketika dihadang masalah dan kemalangan aku menjadi lemah dan
kehilangan kekuatanku? Apakah hatiku rentan seperti isi telur, namun ketika
“dididihkan” oleh kematian, perpisahan, masalah keuangan atau ujian-ujian
lainnya menjadikan hatiku kuat? Apakah dinding luarku masih terlihat sama namun
kini didalam aku menjadi seorang yang gigih dan berjiwa keras? Atau aku mirip
dengan biji kopi? Biji kopi sebenarnya mengubah air pana s disekitarnya, yaitu keadaan yang
membawanya dalam kepedihan. Ketika air mulai mendidih, maka dia mengeluarkan
aroma dan rasa kopi yang nikmat. Bila keadaan menjadi kian memburuk, mampukah kalian
mengubah situasi di sekitar menjadi suatu kebaikan? Ketika hari kian gelap dan
ujian semakin meningkat, apakah kalian mengangkat diri sendiri ke tingkatan
yang lain? Bagaimana kalian menangani masalah-masalah hidup yang datang silih
berganti? Apakah kalian mirip sebuah wortel, sebutir telur atau biji kopi? Semoga kalian
mempunyai cukup bekal kebahagiaan untuk membuat hidup terasa indah. Cukup ujian
agar membuat kalian kuat, cukup kesusahan agar kalian lebih manusiawi, dan
cukup harapan untuk membuat kalian mampu bertahan hidup. Ketika dilahirkan,
bayi menangis disaat semua orang tersenyum menyambut kehadirannya. Menangkan
hidup ini agar diakhir perjalanan nanti kita bisa tersenyum ketika semua orang
disekitar menangis. Dunia ini memang panggung sandiwara, kita dan semua yang
kita lihat hanyalah ilusi yang penuh dengan kiasan-kiasan. Kita bukan
siapa-siapa, kita bukanlah seperti yang kita sangka. Kita hanyalah
bayangan-bayangan, pujilah Dia Yang mampu membuat bayangan-bayangan bisa
mendengar, melihat, merasa, berbicara, dan berbuat apa saja. Bukalah hati, mata
dan pikiranmu semasa di dunia, karena siapa yang buta hatinya di dunia, di
akhirat n anti akan semakin dibuat buta oleh Tuhan-nya? Wallahua’lam bish
Shawwab ... . ...
Tidak ada komentar :
Posting Komentar