Menualah bersamaku…
Dengan hidung mungilmu yang tak pernah
lupa menyentuh punggung tanganku, setiap hari, selepas sembahyang. Lalu
hidungku menyentuh keningmu, hingga kau bisa merasakan nafasku yang berusaha
mengatakan bahwa aku menyayangimu, bahwa aku ingin selalu bersamamu, bahwa aku
senantiasa berusaha melindungimu, meski tanpa bahasa—tanpa kata-kata.
Menualah bersamaku…
Aku akan selalu berusaha mendengarkan
semua caritamu dengan saksama, kata demi kata, bait demi bait, meski aku kerap
lebih dulu jatuh tertidur dan membiarkanmu berbicara sendirian. Aku akan tetap
pura-pura mengigau dan menarik selimut, membuat kakimu kedinginan, agar ia
menyelinap ke dalam kaki-kakiku.
Menualah bersamaku…
Kita akan saling menceritakan semua
yang kita lihat, kita akan saling mendengarkan apa yang kita rasakan, kita akan
menjadi kisah terbaik yang bisa kita tulis, gambar terindah yang bisa kita
buat… Bersama. Kau dan aku.
Menualah bersamaku…
Mungkin rambut kita akan memutih,
wajah kita akan berubah, sepasang tangan kita menjadi keriput, dan anak-anak
kita lekas menjadi dewasa untuk meninggalkan kita berdua. Namun kita akan tetap
menjadi dua orang yang sama: Yang bertengkar untuk hal-hal kecil, tetapi saling
percaya untuk terus bersama menggapai mimpi-mimpi besar kita.
Menualah bersamaku…
Seperti lagu, seperti puisi, seperti
foto-foto, seperti lukisan, yang terbaik yang pernah kita nikmati, yang kita
simpan untuk kita cintai selama-lamanya. Sampai nanti. Sampai mati.
Menualah bersamaku…
Dan kau akan tetap menjadi
satu-satunya, yang bisa membuatku merasa sakit, yang mengetahui semua aibku,
yang sanggup mengecewakanku hingga menjadi gila, yang semua kunci rahasia dalam
diriku sudah kupercayakan kepadamu.
Terima kasih telah mempercayaiku
sebagai seorang lelaki dewasa. Terima kasih telah membuatku menjadi seseorang
yang merasa hidup, yang penuh percaya diri, yang tak pernah kehilangan harapan
untuk terus berusaha dan bangkit lagi setiap kali merasa kalah atau dikalahkan.
Menualah bersamaku, Sayangku…
Sebab aku tak tahu cara lainnya, untuk
menjalani hidup yang bahagia tanpa dirimu.
Menualah bersamaku…
Hingga kita lupa berapa angka
usia kita. Sebab kita tak lagi perlu angka-angka untuk menghitung seberapa
besar rasa cinta di antara kita.